Selasa, 23 September 2014

MIMPI DAN KHAYALAN

MIMPI DAN KHAYALAN

Sejak matahari terbit, Gavyn masih terbaring di tempat tidurnya untuk menghilangkan segala mimpi-mimpinya tadi malam. Baginya mimpi hanyalah sampah hidup untuk terlalu berharap pada ketidaknyataan. Begitu juga dengan khayalan, Gavyn sangat benci untuk bermimpi dan berkhayal walaupun ia mempunyai banyak mimpi juga khayalan yang menghantuinya.

Waktu terus berjalan, mentari meninggi, dan Gavyn belum berkutik dari singgasananya. Berkali-kali memikirkan hal-hal yang ingin dilakukan hari ini, tetapi ia sangat malas untuk bergerak bangun. Dihari libur kali ini, Gavyn berencana pergi bersama teman-temannya ke sebuah tempat nongkrong di selatan kota Jakarta. Ia lihat jam di dinding dan tercengang dua jarum jam menunjukan angka duabelas. Cepat Gavyn berdiri belari ke arah kamar mandi, setelah sebelumnya mengambil handuk dari hanger.
Di sekolah--- tempat awal perjalanan ---teman-teman sudah menunggu lebih dari satu jam. Gavyn meminta maaf kepada teman-temannya.
"Sorry ya, gue telat bangun."
"Woi," Sambut teman-temannya kompak. Sebagiannya menanyakan,"Kemana aja sih lu?"
"Yaaaa... Telat bangun."
"Yaudah, cabut yuk." Ajak salah satu temannya.

Sesampainya di tujuan, mereka memesan semua yang di inginkan. weekend kali ini hampa, Gavyn merasakan kekosongan hati yang harus diisi, entah siapa, pasti akan ada seseorang menghiasinya. Gavyn menyantap makanan yang sudah dipesannya sambil bercanda gurau dan membicangkan segalanya yang terlintas di kepalanya bersama sabahat-sahabatnya. Stevan berada persis di sebelah Gavyn sedang melahap mie ayamnya, menanyakan hal ganjil untuk Gavyn.
"Gimana sama si Rita?"
Dengan muka bingung Gavyn menatap Stevan," Hah?" dengan muka datarnya kembali dia melancarkan pertanyaan."Emang kenapa sama si Rita?"
"Kan dulu lu pernah suka sama dia, Vyn."
Gavyn bungkam. Namun arah matanya berkata, "Terus, apa hubungannya sama gue?"

Perkataan Stevan itu membuat Gavyn terdiam. Dalam pandangan kosong Gavyn kembali ke masa pertama kali kakinya menginjak sekolah SMA elit di sekolahnya saat ini, ia sudah jatuh hati kepada Rita. Gavyn pertama melihatnya ketika hari kedua MOS, karena hari pertama Rita sakit. Matanya berbinar, rambutnya bergelombang, dan sikapnya seperti kanak-kanak tapi jalan pikirannya bijak yang membuat Gavyn jatuh cinta. Selain itu apabila gadis ini mengajaknya berdiskusi tentang apapun, Gavyn selalu terpana melihatnya. Matanya hanya terpaku dengan binar mata itu--- seperti bulan menerangi dikala malam dan serbuk bintang menghiasinya ---yang dilihatnya.

Lamunannya membuat pikirannya terlontar jauh dari tempatnya. Yayan yang menyadari bahwa jiwa dari temannya tidak berada disana langsung membangunkannya.
"Vyn. Vyn. Gavyn!" Seru Yayan sambil memukul pelan pipi Gavyn." Sadar. Sadar. jangan ngelamun terus!"

Terbangun dirinya akan KHAYALAN. Hal yang paling dibenci olehnya sekarang muncul ditengah-tengah ketidakpastian kenangan tersebut. Pasalnya, Rita yang dahulu pernah menjadi teman karibnya itu menghilang secara misterius. menghilang dalam makna konotasi, dalam arti hilang namun masih ditemui di sekitarnya. Rita sudah hampir tiga tahun menjadi classmate Gavyn. Rita juga sudah enam bulan tidak menyandang status "teman karib" dengannya. Gavyn tidak tahu apa yang telah terjadi padanya dan tidak begitu memperdulikan semua hal yang ganjil itu. Namun di tengah-tengah ketidakperduliannya, rasa rindu selalu bersarang di hatinya dikala arah mata mereka saling beradu.

Setelah tersadar Gavyn melihatkan dirinya kepada teman-temannya bahwa ia tidak sedang melamunkan apa pun dengan mengangguk-anggukan kepala.

Kamuflase dari dirinya berhasil. Saat ini ia menikmati makanan di hadapannya dengan pikiran yang keruan. Tersadar dirinya tidak bisa mengejar semua yang dibencinya, mimpi dan khayalan. mimpi untuk mengejar ketidaknyataan akan hidup dan khayalan hanya terlihat impossible di kehidupan nyata seperti fatamorgana di padang gurun.

Langit mengubah warna langitnya menjadi jingga. Gavyn beserta temannya menuju ke sekolah. Lalu semuanya bertujuan untuk pulang. Dibelahnya jalanan kota Jakarta dengan kecepatan penuh setelah sebelumnya meninggalkan teman-temannya di sekolah. Pikiran yang masih membayangi Gavyn tentang dirinya membuat khayalan-khayalan terbentuk dengan sendirinya. Hal yang sangat dibenci tak terbendung lagi olehnya dan membiarkan khayalan menjadi seperti di dalam kenyataan.

Motor Gavyn melewati rumahnya. Rumahnya memang searah dengan rumah Gavyn dari sekolah. jadi, sering didapatinya ia baru sampe di rumah. Gavyn melihat rumahnya yang dahulu sering dikunjunginya namun sekarang sudah mustahil untuk masuk ke istana itu lagi.

Sepuluh bulan berlalu begitu saja atas perasaan yang masih melekat di hati seorang Gavyn. Pengumuman untuk masuk perguruan tinggi tinggal beberapa hari lagi. Waktu singkat membuat gundah dirinya akan cinta yang belum terucap sampai detik ini. Gavyn bertekad untuk menyiratkan semua lewat kata-kata, kata hati.

Rencananya akan direalisasikan dirinya sendiri, besok!. Gavyn akan menemuinya--- untuk mengungkapkan rasa yang lama terkubur ---dengan penuh rasa ikhlas apapun hasilnya.

Hari penantian tiba!. Malam Minggu di depan rumahnya, degup jantung mulai berdetak kencang, disiapkannya suara untuk memanggil Rita.
"Rita!" Seru Gavyn.
Tidak lama berselang, Taufik, adiknya keluar dengan mulut ternganga karena sudah lama tidak melihat teman kakaknya dulu." Kak,Gavyn. kak Rita ya? Tunggu sebentar ya kak. KAK RITA ADA KAK GAVYN!!!"

Lengkingan itu membuat Gavyn sedikit menutup telinganya. Seketika itu juga Rita keluar dengan geraian rambut gelombangnya yang sering membuatnya terpaku selain menatap lembut mata dari Rita.

Lama tidak bertemu, Rit. Gue kangen lu. Ucap Gavyn dalam hati ketika mematung dihadapannya. Tidak ada satu kedipan pun di mata Gavyn untuk melihat gelombang rambut Rita yang sarat akan mahkota sang ratu merefleksikan kilauan berlian. Sekaligus sepasang mata berkaca mencerminkan kerinduan yang mendalam. Dan senyum menyempurnakan segalanya.
"Hmmm, masuk Vyn. Anggep aja rumah sendiri." Rita membuka percakapan.
"Iya, Rit.... Gak usah repot-repot."
Rita mengacungkan telunjuknya ke bibirnya."Sssst. Kan lu sering kesini,Vyn."
Gavyn terlonjak kaget mendengar kalimat Rita. Kapan sih gue kesini? udah hampir tujuh bulan yang lalu!. Lagi-lagi Gavyn mengucapkan dalam hatinya.
Gavyn langsung masuk dan duduk di sofa panjang milik Rita. Lalu Rita masuk ke dapur. Tidak lama kemudian membawa dua gelas teh dan aneka cemilan.

Saat itu juga Hening terjadi ketika mata mereka saling beradu.
"Emang menurut lu gue sering kesini ya?" Gavyn memecah keheningan.
"Gue ngeliat lu disini dibantu sama khayalan gue, Vyn."
"Benci gue sama khayalan. Khayalan itu kayak candu yang ngebuat orang nganggapnya kayak halusinasi atau fatamorgana, cuma sesaat. Setelahnya kita bisa gila karenanya." Gavyn menja-barkan.
"Siapa bilang khayalan kayak gitu?" Rita langsung menancapkan dimata Gavyn."Lu aja yg menyalahgunakan khayalan itu Vyn."
"Tapi masih banyak orang galau karena khayalannya, termasuk gue." Sela Gavyn.
"Pertamanya juga gitu sih. Tapi setelah gue menerima semua dengan ikhlas. Gue bisa jadiin khayalan kayak semangat untuk segalanya."
"Siapa yang lu khayalin,Rit?" tanya Gavyn.
"Kan gue bilang lu, Vyn." Kali ini tidak hanya matanya yang menatap Gavyn, tapi juga mata hati ikut tersenyum untuknya."lu orangnya,Vyn." Rita meyakinkan.
Gavyn menatap Rita kaget. Kenapa lu bisa ngomong kayak gitu?. Tanyanya dalam hati. tapi Gavyn tetap angkat bicara."Gue juga Rit. Enam bulan lu menghilang yang ngebuat gue pupus dan sekarang lu membalikan semuanya."

Diam dalam haru, pandangan mereka bertemu. Kesedihan tidak terbendung, rasa rindu meluapkannya bukan menjadi tangis. Melainkan rengkuhan hangat dari kedua tangan yang merentang menciptakan sebuah kehangatan pelukan dalan rindu. Kedua jiwa yang utuh dengan dilahirkan kecup kecil diatas bibir mereka. Semua bertanda muncul ikatan janji untuk bersama.

Berdua mengurai pelukan. Rita mengambil secarik kertas serta alat tulis dan Gavyn menulis puisi singkat. kata-kata yang memang sudah terbesit diantara mereka.

Mimpi dan Khayalan.

Akan selalu bergandengan,
selalu bersama,
juga selalu senantiasa melengkapi.

Bersama mimpi, kita akan selalu mengejar.
Dengan khayalan,
kita selalu saling mengingatkan.

Semua seperti Cinta kita berdua.
Inilah akhir cerita manis kita berdua, dan
akan selalu berdua.

Rita dan Gavyn, mimpi juga khayalan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar